Pada Pasal 48 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan, "Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas (salah satunya) kebisingan suara". Aturan ini pun ditautkan dengan "Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah." Lalu setelah itu terjadi razia besar-besaran terhadap motor yang memakai knalpot racing yang dianggap mengganggu pengguna jalan yang lain.
Knalpot racing adalah salah satu kreatifitas dari para perajin knalpot, dan banyak pengendara yang menyukai dan akhirnya memutuskan untuk memakainya di jalanan. Suaranya yang bising membuat para pengendara semakin kencang mengebut motornya dan suara dari knalpot itu menggema ke seluruh penjuru jalan. Kreatifitas ini membuat banyak rider semakin getol memodifikasi motornya, mereka berlomba mencari knalpot racing yang memiliki bunyi paling keras, dan para perajin knalpot juga semakin banyak memproduksi knalpot racing dengan kualitas yang semakin bagus.
Namun setelah larangan dari pak pol tentang knalpot racing, dan dilanjutkan dengan razia besar-besaran di jalanan, akhirnya banyak motor yang kena razia dan knalpotnya langsung dihancurkan. Sejak saat itu para rider merasa terkekang oleh peraturan ini, dan tak sedikit anggota club yang mempertanyakan peraturan ini kepada pak pol, hasilnya mereka tetap tidak boleh memakai knalpot bising ini karena dianggap mengganggu.
Untungnya para perajin knalpot dan produsen knalpot mulai berbenah, mereka mengikuti peratura dan merombak knalpot produksinya, salah satu yang mereka pakai adalah DB Killer atau peredam pada knalpot, masih tetap racing namun mengurangi suara dan tenaga motor. Yah, daripada gak bisa pakai sama sekali, masih mending pakai DB killer juga, yang penting masih bisa mengaspal dengan lancar dengan knalpot racing.
Harga knalpot racing tidaklah murah, untuk pruduksi rumahan seperti di Purbalingga saja, harganya ratusan hingga jutaan rupiah, kalau sudah masuk produksi luar negri harganya sudah jutaan. Dan kalau ditangkap di jalan lalu dihancurkan, mau gimana lagi coba? Yah, seharusnya peraturan diimbangi dengan kualitas razia, paling tidak bawa alat ukur lah biar bisa dibedain mana yang melanggar dan yang tidak.
0 komentar:
Post a Comment